Siapa tidak kenal dengan PT. Pos Indonesia? Sejarah mencatat keberadaan PT Pos Indonesia telah ada sejak lama, Kantor Pos pertama didirikan di Batavia (sekarang Jakarta) pada 26 Agustus 1746 oleh GW Baron Van Gubernur Imhoff dengan tujuan menjamin keamanan surat-surat Dari warga, terutama bagi mereka yang memiliki kantor perdagangan di luar Jawa dan bagi mereka yang datang dan pergi ke Belanda.
Pada abad berikutnya, sejarah mencatat keberadaan POS Indonesia tumbuh dengan adanya jalan raya terusan Panarukan. Jalan ini menghubungkan Jawa Barat ke Jawa Timur. Usulan pembangunan mega proyek lebih dari seribu kilometer datang dari General General Herman Willem Daendels (1808-1811). Jalan ini menghubungkan kota-kota di Jawa yang belum terhubung. Layanan PT. POS Indonesia, di samping itu, keberadaannya membuka daerah Jawa yang tertutup sebelumnya. “Pada tahun 1809, pembangunan jalan raya PT. POS, Jalan Proyek Anyer-Panarukan, sekitar seribu kilometer, dalam waktu satu tahun. Sebuah rekor dunia di masanya”, demikian Sastrawan Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya yang berjudul Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (2006).
Dengan jalan, Pramedya melanjutkan, Anyer-Batavia yang telah diambil selama 4 hari, menjadi hanya 1 hari. PT. POS juga memungkinkan pengiriman surat lebih bebas dan lebih luas. Setelah Indonesia merdeka, POS Era Kolonial diambil alih oleh Pemerintah pada tanggal 27 Desember 1945. Tanggal ini diperingati sebagai hari PTT Bakti atau Postel Bakti Day. Pada tahun 1961, perusahaan pos menjadi perusahaan milik negara (BUMN). Namanya berubah menjadi Perusahaan Negara Kantor Pos dan Telekomunikasi (PN Postel). Empat tahun kemudian, dengan teknologi yang lebih cepat dan lebih tepat, PN Postel berubah status perusahaan menjadi PN. Pos dan Giro. Kemudian berubah lagi pada tahun 1978, ketika Suharto dalam kekuasaan, keadaan perusahaan negara menjadi perusahaan umum.
Perkembangan pos Indonesia di era 90-an adalah awal dari masa keemasan PT Pos Indonesia. Selama 17 tahun, perusahaan menerima hak istimewa. Pemerintah Indonesia menunjuk POS Indonesia sebagai entitas komersial tunggal dalam beberapa layanan, baik hubungan nasional dan asing. Hak eksklusif dan monopoli ini membuat perusahaan memiliki kantor di hampir setiap kecamatan di Indonesia. Saat ini, Pos Indonesia, menyajikan layanan pos yang mencakup layanan surat, layanan paket, layanan logistik, layanan transaksi keuangan dan jasa pos. Namun, seiring waktu, peran kecilnya demi sedikit mulai dihilangkan. Memasuki abad ke-21, Pos Indonesia mulai memasuki masa sulit. Dua lini bisnisnya, yaitu, jasa keuangan dan surat, mulai ditinggalkan karena teknologi digital dan persaingan dengan sektor swasta. Sebagai contoh, jasa keuangan POS Indonesia, yaitu wesel, tidak lagi digunakan. Masyarakat sekarang menggunakan ATM (ATM) dan uang elektronik. Demikian juga dengan surat menyurat, masyarakat kini lebih memilih menggunakan email ketimbang mengirim surat konvensional. Namun PT. Pos Indonesia terus bertransformasi sehingga kini lebih fokus pada bidang pengiriman dan logistik, seiring dengan semakin meningkatnya transaksi e-commerce yang membutuhkan jasa pengiriman barang.
Seiring waktu, sejarah mencatat PT. Pos Indonesia telah mampu menunjukkan kreativitas dalam pengembangan lini bsnisnya di bidang jasa pengiriman barang yang mencapai sekitar 24 ribu titik layanan dan menjangkau 100 persen kota / kabupaten, hampir 100 persen kecamatan dan 42 persen dari desa / kota, dan 940 lokasi yang jauh dan terpencil di seluruh Indonesia. Seiring dengan perkembangan informasi, komunikasi dan teknologi, jaringan PT POS Indonesia sudah memiliki lebih dari 3.800 kantor yang saling terhubung di seluruh Indonesia.